31 Agustus 2009

Izinkan

Amarah tiada menjadi bencana kala ada pihak yang mengalah. Kebencian hanya efek dari jiwa terluka. Wahai manusia, aku mengaku salah. Bahkan dunia pun jika kau izinkan akan ku beri tahu. Wahai permata, semakin lama kau tergosok, semakin indah rupamu, dan semakin bersinar wajahmu. Wahai penerus hawa, izinkan adam reinkarnasi kembali.

24 Agustus 2009

Perebutan Nusantara

Sira Gajah Mada Patih Amangkubhumi tan ayun Amuktia palapa, sira Gajah Mada : “Lamun huwus kalah nusantara isun amukti palapa, lamun kalah ring Gurun, ring Seran, Tanjung Pura, ring Haru, ring Pahang, Dompo, ring Bali, Sunda, Palembang, Tumasik, samana isun amukti palapa”.
Terjemahannya adalah :
Beliau Gajah Mada Patih Amangkubumi tidak ingin melepaskan puasa (nya). Beliau Gajah Mada, “Jika telah mengalahkan Nusantara, saya (baru) melepaskan puasa, jika (berhasil) mengalahkan Gurun(Nusa Penida), Seran(Seram), Tanjung Pura(Ketapang, Kalbar), Haru(Karo, Sumut), Pahang(Semenanjung Malaya), Dompo(Sumbawa), Bali, Sunda, Palembang(Sriwijaya), Tumasik(Singapura), demikianlah saya (baru) melepaskan puasa (saya)”.


Gerah rasanya melihat acara televisi yang berisi klaim-klaim dari Pihak Malaysia atas unsur-unsur kekayaan budaya Indonesia. Kita tidak usah mempersoalkan unsur-unsur budaya yang dicaplok oleh Negeri Jiran itu. Mari kita bahas sisi lain saja, karena menurut saya, alasan yang dipergunakan oleh Pihak Malaysia terasa menohok dan meninju muka saya yang sempat terlanjur merah karena emosi dengan klaim-klaim itu. Mereka menganggap bahwa unsur-unsur tersebut merupakan warisan asli Nusantara dan mereka adalah bagian dari Nusantara itu sendiri.

Memang setelah difikirkan kembali, ada beberapa pertanyaan yang kemudian muncul dalam kepala saya.
1. Apakah Nusantara itu?
2. Nusantara yang mana yang dimaksud oleh Malaysia?
3. Apakah kita (Indonesia) berhak untuk mengatasnamakan Nusantara seperti juga apakah Malaysia memiliki hak itu juga?

Menurut Wikipedia, Nusantara adalah sebuah kata majemuk yang diambil dari bahasa Jawa Kuna, nusa (pulau) dan antara (lain). Istilah ini pertama kali tertulis pada beberapa pustaka dari literatur berbahasa Jawa Pertengahan (dari periode Jawa Timur, i.e. Kediri sampai Majapahit). Selanjutnya muncul konsep yang diperbaharui, yang dikemukakan oleh Ernest Douwes Dekker di awal abad ke-20 dan masih dipakai hingga sekarang untuk menyatakan kesatuan geografi-antropologi kepulauan yang terletak di antara benua Asia dan Australia. Malaysia ikut menggunakan istilah ini dipakai sebagai padanan Kepulauan Melayu (Malay Archipelago) dan memiliki muatan nasionalistik.

Kemudian, Nusantara mana yang kemudian di adopsi oleh Malaysia, mari kita bedah satu persatu. Kita telah berusaha membedah dari segi asal usul kata Nusantara, mari kita coba sedikit melenceng dari kaidah bahasa. Kita mulai dari unsur-unsur kebudayaan Nusantara yang menurut Indonesia telah di klaim oleh Malaysia. Reog/Barongan (Ponorogo), Batik(Nusantara), Keris(Jawa), Angklung(Sunda), Lagu Rasa Sayange, Tari Pendet(Bali). Jika dilihat dari persebaran karya budaya tersebut jelas tidak mungkin Nusantara yang dimaksud adalah Kerajaan Malaka atau Sriwijaya. Karena Kesultanan Malaka hanya mencakup sebagian kecil Semenanjung Malaka dan sebagian kecil Sumatera. Begitupun juga Srwijaya yang hanya menguasai semenanjung Malaka dan Sumatera serta sebagian Jawa bagian barat serta Kalimatan bagian barat.

Apabila kita berbicara Nusantara pada masa Wilwatikta(Majapahit). Pada masa ini, Negara terbagi menjadi 3 wilayah, yaitu:
1. Negara Agung
2. Mancanegara
3. Nusantara
Negara Agung merupakan daerah sekeliling ibukota kerajaan tempat raja memerintah. Mancanegara adalah daerah-daerah di pulau Jawa dan sekitar yang budayanya masih mirip dengan Negara Agung, tetapi sudah berada di "daerah perbatasan". Dilihat dari sudut pandang ini, Madura dan Bali adalah daerah "mancanegara". Selain itu Lampung dan juga Palembang mungkin juga masih bisa dianggap daerah "mancanegara". Lalu Nusantara adalah daerah di luar pengaruh budaya Jawa, tetapi masih diklaim sebagai daerah jajahan di mana para penguasanya harus membayar upeti.

Kalau memang alasan Malaysia mengatasnamakan sebagai bagian dari Nusantara (versi Majapahit), maka sebenarnya tidak salah apabila kemudian mereka mengklaim karya budaya tersebut sebagai kebudayaan asli(yang dalam bahasa melayu berarti tradisional) Nusantara. Tapi kondisi yang sekarang terjadi adalah, adanya perbedaan teritorial sehingga menurut saya, Nusantara (versi Majapahit) tidak lagi bisa digunakan sebagai sebuah kesatuan teritori kewilayahan. Terkecuali muncul suatu perjanjian teritori antar negara-negara yang pernah menjadi bagian dari Nusantara (versi Majapahit).

Menurut saya, baik Indonesia maupun Malaysia tidak berhak mewarisi kata Nusantara (versi Majapahit) walaupun Trowulan (ibukota Majapahit) berada dalam teritori Indonesia. Karena perluasan wilayah teritorial negara yang terjadi saat ini sangat jauh berbeda dengan jaman Majapahit. Terlebih lagi negara Majapahit telah runtuh dan sudah tidak adanya pewaris Tahta Majapahit maka hilang sudah konsepsi Nusantara yang digagas dan di besarkan oleh Gajah Mada (Sang Mahamantrimukya Rakrian Ma Patih Mpu Mada).

Marilah kita sama-sama berkaca, apa yang sudah kita lakukan terhadap karya-karya budaya tersebut? Mengapa Malaysia bisa mengklaim sebagai daya tarik wisata mereka? Yang bisa memberikan jawabannya hanyalah orang Sunda(angklung), orang Bali (tari pendet), orang Ponorogo (reog), dan orang Jawa(keris).

Menurut saya, kedua negara sama-sama memiliki dasar yang kuat karena memiliki akar budaya yang sama, untuk itu marilah kita melepas unsur kata Nusantara dan kita kembalikan karya budaya tersebut ke daerah masing-masing toh sekarang sudah ada otonomi daerah. Apabila dikembalikan seperti itu, Indonesia tidak berhak mengatasnamakan sebagai kebudayaan nasional, cukup dengan mengatasnamakan kebudayaan Sunda, Ponorogo, Bali, dan Jawa. Dan dunia internasional sudah mengerti dalam konsepsi teritori modern, wilayah-wilayah tadi masuk dalam teritori Negara Kesatuan Republik Indonesia. Sedangkan untuk yang beraroma abu-abu, bisalah hal tersebut dibicaran secara regional sebagai warisan budaya peninggalan Nusantara yang bisa dimanfaatkan oleh seluruh negara yang pernah menjadi bagian dari Nusantara Wilwatikta.

Kepustakaan:
Wikipedia.org
Inilah.com
Antara.co.id
Warnadunia.com

15 Agustus 2009

INDONESIAN DREAMS

Seni itu sebuah maha karya yang tak ternilai. Karena seni melibatkan cipta rasa dan karsa manusia. Pada masa lalu, kemampuan manusia dalam mengolah cipta, rasa, karsa telah menghasilkan peradaban menakjubkan. Ketika kita membahas tentang peradaban, ada beberapa pertanyaan, apa sih yang dimaksud dengan peradaban yang Indonesia itu? Bagaimana bentuk peradaban Indonesia itu sendiri?

Indonesia memang punya cita-cita (emang Amerika doang yang punya American Dreams). Cita-cita Indonesia sudah di cetuskan saat negeri ini berdiri, cita-cita yang memang core-nya dari bangsa kita yang sangat majemuk. Cita-cita yang kemudian menjelma menjadi suatu konsep dengan judul PANCASILA. Memang Pancasila adalah Indonesian Dreams, dan mimpi ini masih terus berevolusi agar terwujud.

Kenapa Pancasila itu mimpi? Kita tidak usah membahas ideologi yang ngawang-ngawang (hahaha padahal ini aja udah ngawang). Sebagai sebuah mahakarya anak bangsa, Pancasila merupakan suatu seni yang indah dan (maaf) utopis. Untuk lebih jelasnya, mari kita breakdown satu-satu.
1. Ketuhanan yang Maha Esa: Dalam pelaksanaannya sila pertama ini hampir berhasil dilaksanakan di Indonesia, kenapa saya bilang hampir berhasil? Dulu kita hanya mengenal 5 agama (gw produk orde baru). Kini kebebasan beragama justru jadi masalah, banyak saudara-saudara kita sebangsa dan setanah air, menjadi tidak tenang dan tidak nyaman dalam menjalankan keyakinannya dalam meng-esa-kan Tuhan. Adanya fihak-fihak yang mengatasnamakan Agama kemudian memaksakan kehendaknya dengan membuat keonaran (karena konsep pahala dan dosa itu sangat individualis dan tidak mengenal saudara atau teman).
2. Kemanusiaan yang Adil dan Beradab: Janganlah kita mempertanyakan apakah bangsa ini (bukan hanya pemerintah) sudah bertindak adil dan beradab dalam memanusiakan siapapun.Tujuan dari konsepsi sila ini merupakan internasionalisasi bangsa Indonesia tapi tetap dengan core ke-Indonesiaan yang penuh dengan kesantunan.Secara tidak sadar kita sudah di bentuk oleh konsepsi-konsepsi keadilan dan keberadaban ala barat yang cenderung kolonialis dan imperialis. Negara ini dibentuk karena kebencian yang amat mendalam atas kolonialisme dan imperialisme. Kita boleh berteriak anti kolonialisme dan anti imperialisme, tapi sudah sadarkah diri kita sendiri bahwa kitalah yang membesarkan kolonialisme dan imperialisme itu sediri, sadarkah kita bahwa sekarang kolonialisme dan imperialisme itu muncul dalam bentuk ekonomi dan ideologi, bukan lagi dengan senjata.
3. Persatuan Indonesia: Untuk yang satu ini, saya sangat yakin bangsa Indonesia masih memiliki rasa kebangsaan dan nasionalisme yang kuat terhadap Negara Indonesia (dalam hal ini saya membedakan konsepsi negara dengan pemerintah negara). Gampangnya, rasa chauvinisme kedaerahan masyarakat Indonesia ternyata sangat besar bahkan cenderung radikal dan terlihat mampu menjadi akar perpecahan bangsa. Tapi saya tidak melihat seperti itu, banyak kelompok-kelompok garis keras dengan bendera kedaerahan, yang akhirnya bersuara lantang untuk satu tujuan yang sama, Timnas Sepakbola Indonesia.
4. Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan Dalam Permusyawaratan/Perwakilan: Sila ini mungkin masih sangat menyedihkan, karena sistem pemerintahan dan perwakilan yang belum merakyat dan cenderung memaksakan kehendak dengan bendera (atas nama rakyat). Belum lagi kalau kita membahas hilangnya core permusyawaratan mufakat yang kemudian diganti dengan voting yang sangat barat sekali (sok tau ya gw). Banyak produk regulasi yang keluar tanpa memandang apakah ada wilayah Indonesia atau kelompok masyarakat Indonesia yang akan menjadi korban regulasi tersebut.
5. Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia: Sila ini mungkin satu-satunya yang masih bernilai nol besar. Korban Lumpur Sidoarjo, Pedagang kaki lima, Transmigran yang sekarang terbengkalai karena dianggap produk Soeharto, Buruh, Petani, Nelayan, Rakyat Indonesia Timur, dlsb. Mereka belum sekalipun mendapatkan keadilan, keadilan bukanlah bagi rata, keadilan adalah pemberian kesempatan untuk mendapatkan hak dan melaksanakan kewajiban. Kita dipaksa untuk menjalankan kewajiban sedangkan hak kita tidak dianggap. Contoh, adanya ancaman denda bagi pekerja baru yang belum memiliki NPWP, kerja saja belum, gaji aja masih dalam wacana, sudah diancam. (kalo ini curhat pribadi).

Pancasila memang diciptakan dari mimpi para pendiri bangsa ini, tapi mereka menciptakan Pancasila karena mereka melihat bahwa core bangsa ini ya itu saja. Bangsa Indonesia itu religius, senang ngerumpi ngobrolin orang lain, senang hidup berkelompok, menyelesaikan sesuatu dengan bermufakat (contoh ekstrimnya penghakiman massal itu salah satu bentuk mufakat yang masih bertahan hingga sekarang), dan senang berbagi dengan orang lain (gw yakin kalo lu idup di luar negeri, pas bertamu gak bakalan lu ditawarin makan, disini kalo lo ditawarin makan trus lu nolak, bisa jadi lu dianggep menghina mereka).

Kenapa Pancasila saya katakana seni bilang seni?, karena memang itu seni dalam menjalani keseharian bangsa Indonesia. Suatu seni dalam merangkum nilai-nilai dari 17000 pulau dan 520 suku bangsa di Indonesia (kurang jago apa pendiri negara kita coba..). Dan menurut saya (dengan ketidaktahuan yang sik tahu gw), hanya Indonesia yang memiliki filsafat sehebat Pancasila yang bisa merangkum seluruh kebudayaan di Indonesia, bahkan mungkin seluruh dunia (kalo boleh usul PBB pake asas Pancasila aja, biar gak ada lagi hak veto).

Pancasila memang mimpi, tapi bukan berarti itu tidak bisa tercapai. Dalam sebuah diskusi di FISIP UI, ada rekan MAZPHI yang mengeluarkan statemen, ibarat pohon, akar dan batangnya itu dari kita sendiri, ranting dan daunnya baru boleh dari luar. Bangsa kita adalah bangsa yang kapitalis namun tidak materialis. Marilah kita bersama-sama, bergotong royong untuk menjadi kapitalis yang besar.

Jadilah pengusaha tapi jangan menginjak hak pengusaha lain. Jadilah kaum borjuis, tapi jangan menginjak hak proletar. Jadilah kaum kritis yang solutif. Jadilah pembuat kebijakan yang berkeadilan sosial. Jadilah orang yang sadar akan kondisi diri. Janganlah terlalu banyak meminta, terima selama hak mu tidak dilanggar. Janganlah terlalu banyak mengambil, ingat anak cucumu. Karena itulah Indonesia.

Terakhir, sebuah ungkapan yang kurang ilmiah karena saya dapatkan dari orang tua saya almarhum yang sangat Indonesia sekali. Kalau kau merasa sakit ditampar, jangan menampar orang lain. Kalau kau marah dihina orang, janganlah menghina orang. Bahkan kalau kau merasa geli di kelitiki, janganlah mengelitiki orang lain. Intinya adalah belajarlah dari tubuh kita sendiri.