24 Agustus 2009

Perebutan Nusantara

Sira Gajah Mada Patih Amangkubhumi tan ayun Amuktia palapa, sira Gajah Mada : “Lamun huwus kalah nusantara isun amukti palapa, lamun kalah ring Gurun, ring Seran, Tanjung Pura, ring Haru, ring Pahang, Dompo, ring Bali, Sunda, Palembang, Tumasik, samana isun amukti palapa”.
Terjemahannya adalah :
Beliau Gajah Mada Patih Amangkubumi tidak ingin melepaskan puasa (nya). Beliau Gajah Mada, “Jika telah mengalahkan Nusantara, saya (baru) melepaskan puasa, jika (berhasil) mengalahkan Gurun(Nusa Penida), Seran(Seram), Tanjung Pura(Ketapang, Kalbar), Haru(Karo, Sumut), Pahang(Semenanjung Malaya), Dompo(Sumbawa), Bali, Sunda, Palembang(Sriwijaya), Tumasik(Singapura), demikianlah saya (baru) melepaskan puasa (saya)”.


Gerah rasanya melihat acara televisi yang berisi klaim-klaim dari Pihak Malaysia atas unsur-unsur kekayaan budaya Indonesia. Kita tidak usah mempersoalkan unsur-unsur budaya yang dicaplok oleh Negeri Jiran itu. Mari kita bahas sisi lain saja, karena menurut saya, alasan yang dipergunakan oleh Pihak Malaysia terasa menohok dan meninju muka saya yang sempat terlanjur merah karena emosi dengan klaim-klaim itu. Mereka menganggap bahwa unsur-unsur tersebut merupakan warisan asli Nusantara dan mereka adalah bagian dari Nusantara itu sendiri.

Memang setelah difikirkan kembali, ada beberapa pertanyaan yang kemudian muncul dalam kepala saya.
1. Apakah Nusantara itu?
2. Nusantara yang mana yang dimaksud oleh Malaysia?
3. Apakah kita (Indonesia) berhak untuk mengatasnamakan Nusantara seperti juga apakah Malaysia memiliki hak itu juga?

Menurut Wikipedia, Nusantara adalah sebuah kata majemuk yang diambil dari bahasa Jawa Kuna, nusa (pulau) dan antara (lain). Istilah ini pertama kali tertulis pada beberapa pustaka dari literatur berbahasa Jawa Pertengahan (dari periode Jawa Timur, i.e. Kediri sampai Majapahit). Selanjutnya muncul konsep yang diperbaharui, yang dikemukakan oleh Ernest Douwes Dekker di awal abad ke-20 dan masih dipakai hingga sekarang untuk menyatakan kesatuan geografi-antropologi kepulauan yang terletak di antara benua Asia dan Australia. Malaysia ikut menggunakan istilah ini dipakai sebagai padanan Kepulauan Melayu (Malay Archipelago) dan memiliki muatan nasionalistik.

Kemudian, Nusantara mana yang kemudian di adopsi oleh Malaysia, mari kita bedah satu persatu. Kita telah berusaha membedah dari segi asal usul kata Nusantara, mari kita coba sedikit melenceng dari kaidah bahasa. Kita mulai dari unsur-unsur kebudayaan Nusantara yang menurut Indonesia telah di klaim oleh Malaysia. Reog/Barongan (Ponorogo), Batik(Nusantara), Keris(Jawa), Angklung(Sunda), Lagu Rasa Sayange, Tari Pendet(Bali). Jika dilihat dari persebaran karya budaya tersebut jelas tidak mungkin Nusantara yang dimaksud adalah Kerajaan Malaka atau Sriwijaya. Karena Kesultanan Malaka hanya mencakup sebagian kecil Semenanjung Malaka dan sebagian kecil Sumatera. Begitupun juga Srwijaya yang hanya menguasai semenanjung Malaka dan Sumatera serta sebagian Jawa bagian barat serta Kalimatan bagian barat.

Apabila kita berbicara Nusantara pada masa Wilwatikta(Majapahit). Pada masa ini, Negara terbagi menjadi 3 wilayah, yaitu:
1. Negara Agung
2. Mancanegara
3. Nusantara
Negara Agung merupakan daerah sekeliling ibukota kerajaan tempat raja memerintah. Mancanegara adalah daerah-daerah di pulau Jawa dan sekitar yang budayanya masih mirip dengan Negara Agung, tetapi sudah berada di "daerah perbatasan". Dilihat dari sudut pandang ini, Madura dan Bali adalah daerah "mancanegara". Selain itu Lampung dan juga Palembang mungkin juga masih bisa dianggap daerah "mancanegara". Lalu Nusantara adalah daerah di luar pengaruh budaya Jawa, tetapi masih diklaim sebagai daerah jajahan di mana para penguasanya harus membayar upeti.

Kalau memang alasan Malaysia mengatasnamakan sebagai bagian dari Nusantara (versi Majapahit), maka sebenarnya tidak salah apabila kemudian mereka mengklaim karya budaya tersebut sebagai kebudayaan asli(yang dalam bahasa melayu berarti tradisional) Nusantara. Tapi kondisi yang sekarang terjadi adalah, adanya perbedaan teritorial sehingga menurut saya, Nusantara (versi Majapahit) tidak lagi bisa digunakan sebagai sebuah kesatuan teritori kewilayahan. Terkecuali muncul suatu perjanjian teritori antar negara-negara yang pernah menjadi bagian dari Nusantara (versi Majapahit).

Menurut saya, baik Indonesia maupun Malaysia tidak berhak mewarisi kata Nusantara (versi Majapahit) walaupun Trowulan (ibukota Majapahit) berada dalam teritori Indonesia. Karena perluasan wilayah teritorial negara yang terjadi saat ini sangat jauh berbeda dengan jaman Majapahit. Terlebih lagi negara Majapahit telah runtuh dan sudah tidak adanya pewaris Tahta Majapahit maka hilang sudah konsepsi Nusantara yang digagas dan di besarkan oleh Gajah Mada (Sang Mahamantrimukya Rakrian Ma Patih Mpu Mada).

Marilah kita sama-sama berkaca, apa yang sudah kita lakukan terhadap karya-karya budaya tersebut? Mengapa Malaysia bisa mengklaim sebagai daya tarik wisata mereka? Yang bisa memberikan jawabannya hanyalah orang Sunda(angklung), orang Bali (tari pendet), orang Ponorogo (reog), dan orang Jawa(keris).

Menurut saya, kedua negara sama-sama memiliki dasar yang kuat karena memiliki akar budaya yang sama, untuk itu marilah kita melepas unsur kata Nusantara dan kita kembalikan karya budaya tersebut ke daerah masing-masing toh sekarang sudah ada otonomi daerah. Apabila dikembalikan seperti itu, Indonesia tidak berhak mengatasnamakan sebagai kebudayaan nasional, cukup dengan mengatasnamakan kebudayaan Sunda, Ponorogo, Bali, dan Jawa. Dan dunia internasional sudah mengerti dalam konsepsi teritori modern, wilayah-wilayah tadi masuk dalam teritori Negara Kesatuan Republik Indonesia. Sedangkan untuk yang beraroma abu-abu, bisalah hal tersebut dibicaran secara regional sebagai warisan budaya peninggalan Nusantara yang bisa dimanfaatkan oleh seluruh negara yang pernah menjadi bagian dari Nusantara Wilwatikta.

Kepustakaan:
Wikipedia.org
Inilah.com
Antara.co.id
Warnadunia.com

Tidak ada komentar: