09 Oktober 2009

Inisiasi dan Alenasi

Salah dan benar, hitam dan putih. Dua sisi uang tidak saling bertemu tapi dalam satu tubuh. Janganlah berusaha untuk memisahkan mereka. Namun janganlah dijadikan pembenaran atas satu diantaranya. Dalam diri manusia, akan selalu ada dua sisi. Manusia memiliki hak untuk autis dengan hidupnya, dan manusiapun berhak untuk bersenggama dengan keegoannya. Tapi dia juga harus menyadari bahwa sisi lain dirinya sebagai makhluk sosial tidak bisa hanya mementingkan dirinya sendiri.

Memang tidak semudah itu memisahkan antara kita sebagai individu yang egois, dengan kita sebagai individu yang punya ruang sosial. Terkadang apa yang kita perbuat tidak mengindahkan kondisi sosial sekitar kita, dan menimbukan reaksi atas diri kita sendiri. Itu wajar, karena memang kita memang berada dalam sebuah lingkungan yang memiliki nilai-nilai budaya yang telah mengakar dalam ruang sosial di sekitar kita.

Dalam ruang sosial yang homogen, konflik nilai individu dengan ruang sosialnya, sangat kecil kemungkinannya untuk terjadi. Namun dalam ruang sosial yang heterogen, terutama di kota besar, konflik ini besar kemungkinannya untuk bisa terjadi. Dalam ruang sosial yang heterogen, individu memerlukan suatu bentuk inisiasi nilai, untuk memahami bagaimana nilai-nilai yang berlaku dalam ruang sosialnya.

Inisiasi pun tidak selamanya berhasil, karena semakin banyak ego yang bergabung, semakin banyak ide yang tercurahkan, nilai-nilai budaya pun dapat bergeser. Dan pergeseran nilai budaya dalam masyarakat heterogen jangan dilihat sebagai suatu kesepakatan bersama. Perbedaan tetap terjadi, namun konflik dapat dihindari karena ada satu persamaan identitas yang menjadi perisai konflik bagi para individu dalam sebuah ruang sosial.

Namun bagaimana bila ternyata ada individu tidak mengikuti suatau proses inisiasi? Bahkan identitas sosialpun dia tidak memiliki. Secara ruang sosial, dia akan teralienasikan, dia akan terpinggirkan dengan sendirinya. Dia tidak akan dianggap sebagai bagian dari kelompok ruang sosial yang seharusnya dia lewati dalam proses inisiasi tersebut.

Apakah alienasi itu sama dengan diskriminasi? Apakah alienasi itu pelanggaran HAM? Marilah kita melihat melalui prinsip dua sisi uang. Alienasi dalam sebuah ruang sosial bisa jadi tidak melanggar HAM dan bisa juga bukan suatu bentuk diskriminasi, karena dalam sebuah kelompok ruang sosial, masih terdapat ruang sosial lainnya yang lebih besar dan menggunakan model inisiasi yang berbeda. Karena pada prinsipnya, individu mengalami ratusan kali inisiasi untuk ratusan kelompok ruang sosial yang berbeda bentuk dan ukuran ruang.

Sebagai individu, saya melewati banyak bentuk inisiasi. Proses kelahiran adalah proses inisiasi saya menjadi warga dunia, kemudian dikumandangkan azan dan qomat di kedua telinga merupakan proses inisiasi saya sebagai muslim. Belum lagi proses inisiasi sebagai anggota keluarga, anggota masyarakat, siswa SD, siswa SMP, siswa SMU, mahasiswa UI, mahasiswa, FISIP, dan bagian dari IKK. Itulah sebagian proses inisiasi yang pernah saya lalui dalam hidup.

Alienasi individu bukanlah pelanggaran hak asasi dan suatu bentuk diskriminasi, apabila dia tetap dianggap sebagai bagian dari ruang sosial dimana dia pernah melalui proses inisiasinya. Sebagai contoh fiksi, saya tidak akan marah apabila ada anak Fakultas Ilmu Budaya (Sastra UI) apabila mereka tidak mengakui saya sebagai anak Sastra, karena saya sadar bahwa saya tidak mengikuti inisiasi sebagai anak Sastra. Tapi saya akan marah kepada mereka apabila mereka tidak menganggap saya sebagai anak UI. Emosi seperti ini akan muncul dan sah saja karena seseindividu tidak mengakui identitas individu lain yang berada dalam ruang sosialnya. Sama rasanya kalau kita tidak diakui sebagai anak dalam keluarga sendiri (ekstrim abis). Pengingkaran atas identitas inilah yang kemudian masuk dalam suatu bentuk diskriminasi dan pelanggaran hak asasi.

Sebagai individu dalam ruang sosial, kita harus saling menghargai dan menghormati. Selain ego individu, ada juga ego kelompok yang terkadang melupakan bahwa ada ruang sosial lain dalam lingkarannya. Marilah kita menjaga diri, dalam bersikap, akan bijaksana apabila kita menimbang kondisi ruang sosial sekeliling kita sebelum melakukan sesuatu. Janganlah sampai apa yang kita lakukan ternyata tidak sesuai dengan nilai dalam ruang sosial yang ada disekitar kita. Bedakan antara ruang privat dengan ruang publik. Begitupun sebaliknya, apabila kita melihat ada pelanggaran nilai oleh individu yang berada di luar ruang sosial kita, berilah pengertian, berilah pemahaman, bisa saja individu itu belum mengerti bagaimana seharusnya dia bersikap. Proses inisiasi hanya wajib dilakukan bagi individu yang memang ingin masuk kedalam suatu ruang sosial, dan sama sekali tidak menjadi kewajiban bagi individu yang memilih untuk tidak masuk kedalam ruang sosial itu.

Tidak ada komentar: