09 September 2009

Pidato Kenegaraan Republik JaranPrabu

Selamat malam.
Hari ini aku bangun dengan kepala pusing karena terlalu banyak berfikir. Negeri kita tercinta ini telah menjadi bahan tertawaan. Negeri kita tercinta ini, semakin menjadi sebuah negeri yang tidak dihargai. Apa yang telah aku fikirkan beberapa hari ini memang tidak semuanya berhubungan dengan negeri kita. Aku juga manusia biasa yang punya kehidupan personal, yang tidak melulu harus berfikir akan negeri ini.

Saudara-saudaraku.
Siang tadi aku memiliki perasaan yang tidak enak. Setelah mendengarkan laporan intelijen, ternyata rasa tidak enak itu berkaitan dengan sedang sakitnya ibu pertiwi. Ibu pertiwi sedang tidak enak badan, ibu pertiwi sedang sakit tenggorokan, ibu pertiwi sedang pusing, ibu pertiwi akan flu, dan ibu pertiwi merasa sekarat.

Sudah seharusnya aku bergerak untuk menyembuhkan ibu pertiwi. Sudah seharusnya aku merangkul ibu pertiwi untuk memberikan rasa damai dan tenteram. Akan tetapi, ibu pertiwi serasa pergi meninggalkan aku. Aku mencari sebabnya. Aku mencari alasannya. Dan aku tidak menemukan jawabnya.

Inikah yang kami mau? Tidak saudara-saudara. Harus terjalin hubungan yang intim dan akrab antara kita sebagai individu dan ibu pertiwi. Karena dengan hubungan intim itulah kita bisa dan kita bisa mencari tahu. Dengan hubungan yang saling dekat dan harmonis, kita bisa mencari tahu, kenapa ibu pertiwi sedang tidak enak badan? Kenapa ibu pertiwi sedang sakit tenggorokan? Apa yang dipusingkan oleh ibu pertiwi? Kita akan tahu, serangan flu terhadap ibu pertiwi. Dan ibu pertiwi tidak akan merasa sekarat.

Kita harusnya menyadari, bahwa ibu pertiwi sedang diombang-ambingkan oleh alam. Ibu pertiwi tidak akan meminta bantuan kita, karena dia ahli beladiri yang mampu menjaga diri. Tapi, ibu pertiwi harus mendapatkan dukungan. Ibu pertiwi membutuhkan individu yang kuat dan mampu menjadi penyembuh sakit dan luka ibu pertiwi. Aku belumlah menjadi orang yang mampu menjadi pengobat sakit ibu pertiwi. Aku belumlah menjadi orang yang mampu mengobati luka ibu pertiwi. Tapi aku punya cita-cita. Aku punya harapan untuk menghindarkan ibu pertiwi dari kematian. Dan untuk mencapai cita-cita dan harapan itu aku mulai bergerak, aku terjatuh, dan bergerak lagi, terjatuh lagi, dan bergerak lagi.

Jadilah kita sebagai individu yang kuat karena pengalaman, jadilah kita individu yang kokoh karena bentukan alam. Teori hanya memperkuat cara berfikir, tapi tidak untuk mental kita. Kita harus menjadi individu yang tergembleng dalam kawah candra dimuka ibu pertiwi. Karena ibu pertiwilah aku hidup, karena ibu pertiwilah aku masih bernyawa, karena ibu pertiwilah aku bisa menangis dan tertawa.

Terimakasih saudaraku, aku masih akan menanti ibu pertiwi mau menerimaku kembali. Selamat malam.

Tidak ada komentar: